Pages

Thursday, September 26, 2013

Keutamaan Hari Jum’at dan Sunnah-sunnahnya

Segala puji hanya bagi Allah , shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah , dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya.. Amma Ba’du:
Sesungguhnya Allah  telah mengkhususkan umat Nabi Muhammad  dan mengistimewakan mereka dari umat-umat yang lainnya dengan berbagai keistimewaan. Diantaranya adalah Allah  memilihkan bagi mereka hari yang agung yaitu hari jum’at.
A. Keutamaan Hari Jum’at
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah dan Hudzaifah -radhiallahu ‘anhuma- berkata, “Allah  telah merahasiakan hari jum’at terhadap umat sebelum kita, maka orang-orang Yahudi memiliki hari sabtu, orang-orang Nashrani hari ahad, maka Allah  mendatangkan umat ini, lalu Dia menunjukan kita hari jum’at ini, maka Dia menjadikan urutannya menjadi jum’at, sabtu ahad, demikian pula mereka akan mengikuti kita pada hari kiamat, kita adalah umat terakhir di dunia ini namun yang pertama di hari kiamat, yang akan diputuskan perkaranya sebelum makhluk yang lain.” (HR. Muslim no: 856)
Dalam hadits lain, Rasulullah  bersabda, “Hari terbaik terbitnya matahari adalah pada hari jum’at, pada hari itu Adam diciptakan, pada hari itu pula dimasukkan ke dalam surga dan pada hari itu tersebut dia dikeluarkan dari surga.” (HR. Muslim no: 854)
Di antara keutamaan hari ini adalah Allah menjadikan hari ini sebagai hari ‘ied bagi kaum muslimin. Dari Ibnu Abbas  bahwa Nabi Muhammad  bersabda, “Sesungguhnya hari ini adalah hari raya, Allah menjadikannya istimewa bagi kaum muslimin, maka barangsiapa yang akan mendatangi shalat jum’at maka hendaklah dia mandi.” (Ibnu Majah no: 1098)
Pada hari ini terdapat saat terkabulnya do’a, yaitu saat di mana tidaklah seorang hamba meminta kepada Allah  padanya kecuali dia akan dikabulkan permohonannya. Dari Abi Hurairah , bahwa Nabi Muhammad  bersabda,“Sesungguhnya pada hari jum’at terdapat satu saat tidaklah seorang muslim mendapatkannya dan dia dalam keadaan berdiri shalat dia meminta kepada Allah suatu kebaikan kecuali Allah memberikannya, dan dia menunjukkan dengan tangannya bahwa saat tersebut sangat sedikit.” (HR. Muslim no: 852 dan Bukhari no: 5294)
Para ulama berbeda pendapat tentang waktu terjadinya dan pendapat yang paling kuat adalah dua pendapat :
1. Yaitu saat duduknya imam sehingga shalat selesai, dan alasan ulama yang berpendapat seperti ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Barrah bin Abi Musa bahwa Abdullah bin Umar  berkata kepadanya, “Apakah engkau pernah mendengar bapakmu membacakan sebuah hadits yang berhubungan dengan saat mustajab pada hari jum’at?. Dia berkata: Ya aku pernah mendengarnya berkata: Aku telah mendengar Rasulullah  bersabda, “Dia terjadi saat antara imam duduk sehingga shalat selesai ditunaikan.” (HR. Muslim no. 853)
2. Dia terjadi setelah asar, dan pendapat inilah yang paling kuat di antara dua pendapat tersebut, sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Nasa’i dari Jabir d bahwa Nabi Muhammad  bersabda, “Hari jum’at itu dua belas jam, tidaklah seorang hamba yang muslim memohon kepada Allah sesuatu pada hari itu kecuali Dia akan memperkenankan permohonan hamba -Nya itu, maka carilah dia pada akhir waktu asar” (HR. An-Nasa’i: no: 1389).
Pendapat inilah yang dipegang oleh sebagian besar golongan salaf, dan telah didukung oleh berbagai hadits. Adapun tentang hadits riwayat Abi Musa yang sebelumnya maka hadits tersebut memiliki banyak cacat dan telah disebutkan oleh Al-hafiz Ibnu Hajar di dalam kitab Fathul Bari. (Fathul Bari : 2/421-422)
Di antara keutamaannya adalah bahwa hari itu adalah hari dihapuskannya dosa-dosa. Dari Abi Hurairah  bahwa Nabi Muhammad  bersabda, “Shalat lima waktu, jum’at ke jum’at yang lainnya dan ramadhan ke ramadhan yang lain adalah penghapus dosa antara keduanya selama dosa-dosa besar dijauhi”. (HR Muslim no. 233)
B.        Adab-adab Hari Jum’at
Di antara adab-adab jum’at yang perlu dijaga oleh orang yang beriman adalah:
1.  Disunnahkan bagi imam untuk membaca, الم تنزيل yaitu surat As-Sajdah dan surat Al-Insan pada saat shalat fajar pada hari jum’at. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari hadits riwayat Ibnu Abbas  bahwa Nabi Muhammad  membaca pada waktu shalat fajar pada hari jum’at, (الم تنزيل) As-Sajdah dan Al-Insan (HR. Muslim no. 879)
2. Disunnahkan memperbanyak shalawat kepada Nabi Muhammad  pada hari jum’at atau pada waktu malamnya, berdasarkan sabda Nabi  dari Aus bin Aus, “Hari terbaik kalian adalah hari jum’at, pada hari itu Adam diciptakan, pada hari itu dicabut nyawanya, pada hari itu akan terjadi tiupan sangkakala, pada hari itu dimatikannya seluruh makhluk pada hari kiamat, maka perbanyaklah membaca shalawat bagiku sebab shalawat kalian didatangkan kepadaku”. Mereka bertanya, “wahai Rasulullah, bagiamana shalawat kami didatangkan kepadamu padahal dirimu telah menjadi tulang belulang yang telah remuk? Atau mereka berkata: Engkau telah remuk mejadi tanah?. Maka Nabi Muhammad  bersabda: Sesungguhnya Allah  telah mengharamkan kepada bumi memakan jasad para Nabi ‘alaihimus shalatu was salam.” ( HR. An-Nasa’I no: 1374)
Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Nabi Muhammad  bersabda: “Perbanyaklah membaca shalawat bagiku pada hari jum’at dan malam jum’at, sebab barangsiapa yang membaca shalawat kepadaku satu shalawat saja maka Allah  akan membaca shalawat kepadanya sepuluh kali shalawat”. (HR. Al-Baihaqi 3/249 no. 5790)
Namun, tentu perlu kita perhatikan bahwa shalawat itu harus sesuai sunnah. Yang paling gampangnya adalah sebagaimana shalawat kita di waktu membaca tahiyyat di waktu shalat.
Bukan bershalawat dengan shalawat yang tidak ada tuntunannya (shalawat-shalawat bid’ah), atau bahkan shalawat yang diharamkan karena mengandung kesyirikan, sebagaimana yang tersebar di masyarakat, yang jika betul-betul kita cermati, maka akan kita dapatkan kata-kata yang melampaui batas dalam memuji Nabi , menetapkan bahwa beliau mempunyai sifat-sifat ketuhanan, ataupun bertawasul dengan hal yang dilarang.
Tentang memuji Nabi dengan berlebihan, ini sudah dilarang oleh Nabi ,  sebagaimana sabda beliau dalam hadits Umar , “Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagai-mana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji ‘Isa putera Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya, maka kata-kanlah, ‘‘Abdullaah wa Rasuuluhu (hamba Allah dan Rasul-Nya).” (HR. Bukhari no. 3445)
Dengan kata lain, Rasulullah  mengaskan, janganlah kalian memujiku secara bathil dan janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku. Hal itu sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang-orang Nasrani terhadap ‘Isa -‘alaihissalam-, sehingga mereka menganggapnya memiliki sifat Ilahiyyah. Karenanya, sifatilah aku sebagaimana Rabb-ku memberi sifat kepadaku, maka katakanlah: “Hamba Allah dan Rasul (utusan)-Nya.” (Aqiidatut Tauhiid hal. 151)
Dan juga, pelaksanaan “shalawat-an”  ini tidak perlu dilakukan secara berjama’ah di tempat-tempat yang dikeramatkan, di kuburan, atau diacarakan di masjid-masjid dengan menggunakan rebana-rebana. Semua ini tidak ada tuntunanya, bahkan dilarang dalam agama Islam. Cukup kita laksanakan sendiri-sendiri, karena Allah  Maha Mengetahui semua amalan hambanya.
3. Perintah untuk mandi jum’at dan masalah ini sangat ditekankan, bahkan sebagian ulama mengatakan wajib.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Sa’id Al-Khudri  berkata: “Aku bersaksi bahwa Rasulullah  bersabda: Mandi pada hari Jum’at diwajibkan bagi orang yang telah mencapai usia baligh dan menjalankan shalat sunnah dan memakai minyak wangi jika ada.” (HR. Bukhari no.880)
4. Disunnahkan menggunakan minyak wangi dan siwak, memakai pakaian yang terbaik. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya dari Abi Sa’id Al-Khudri dan Abi Hurairah  bahwa Nabi Muhammad  bersabda, “Barangsiapa yang mandi pada hari jum’at, memakai siwak, memakai pakaian yang terbaik, memakai minyak wangi jika dia memilikinya, memakai pakaian yang terbaiknya kemudian mendatangi masjid sementara dia tidak melangkahi pundak-pundak orang lain sehingga dia ruku’ (shalat) sekehendaknya, kemudian mendengarkan imam pada saat imam berdiri untuk berkhutbah sampai dengan selesai shalatnya maka hal itu sebagai penghapus dosa-dosa yang terjadi antara jum’at ini dengan hari jum’at sebelumnya.” (HR. Imam Ahmad: 3/81)
5. Membaca surat Al-Kahfi. Diriwayatkan  oleh Al-Hakim dari hadits Abi Said Al-Khudri  bahwa Nabi Muhammad  bersabda, “Barangsiapa yang membaca surat Al-kahfi pada hari jum’at maka sinar akan memancar meneranginya antara dua jum’at”. (Al-Hakim: 3/81)
6. Disunnahkan bersegera menuju shalat jum’at.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam musnadnya dari Aus Ats-Tsaqofi dari Abdullah bin Amru  berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah  bersabda: “Barangsiapa yang memandikan dan mandi, lalu bergegas menuju masjid, mendekat kepada posisi imam, mendengar dan memperhatikan khutbah maka baginya dengan setiap langkah yang dilangkahkannya akan mendapat pahala satu tahun termasuk puasanya.” (Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya: 2/209)
Diriwayatkan dari Abi Hurairah  bahwa Nabi Muhammad  bersabda: “Barangsiapa yang mandi pada hari jum’at yang sama seperti mandi janabah kemudian bersegera (datang pertama ke masjid) pergi ke masjid maka dirinya seakan telah berkurban dengan seekor unta yang gemuk. Dan barangsiapa yang pergi pada masa ke-2 maka dia seakan berkurban dengan seekor sapi. Dan barangsiapa yang pergi ke masjid pada saat yang ke-3  maka dia seakan telah berkurban dengan seekor kambing yang bertanduk. Dan barangsiapa yang pergi ke masjid pada saat yang ke-4 maka dia seakan telah berkurban dengan seekor ayam. Dan barangsiapa yang pergi ke masjid pada saat yang ke-5 maka dia seakan telah berkurban dengan sebutir telur. Dan apabila imam telah datang, maka para malaikat hadir mendengarkan dzikir (khutbah).” ( HR. Bukhari no. 881)
Dan bersegera menuju masjid untuk shalat jum’at termasuk perbuatan sunnah yang agung nilainya, namun banyak dilalaikan oleh banyak masyarakat, dan semoga hadits-hadits yang telah disebutkan di atas bisa memberikan motivasi dan memperkuat tekad, serta mengasah semangat untuk bersegera meraih nilai yang utama ini. Allah  berfirman, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali-Imron: 133). Wallohu a’lam.
Rujukan: Shahih Targhib wa Tarhib, karya Al-Hafidz Abu ‘Adzim al-Mundziri, dsb.

PERANG AL-AHZAB ATAU KHANDAQ | SYURGA DI BAWAH BAYANG-BAYANG PEDANG

Al-Bara’ r.a. berkata:  Aku telah melihat Nabi saw. ketika perang Khandaq memindahkan tanah sehingga debu tanah itu telah menutupi putih rambutnya sambil bersabda:  “Lau laa anta mah tadainaa wa laa tashad daqnaa walaa shallainaa fa anzilan sakinatan alainaa wa tsabbitil aqdaama in laa qainaa innal ula qad baghau alainaa idza araa du fitnatan abainaa.“  ;

Andaikan tidak karena petunjuk hidayat-Mu kami takkan dapat petunjuk, tidak akan shadaqah dan shalat.  Karena itu turunkan ketenangan kepada kami, dan teguhkan tapak kami jika berhadapan dengan musuh. Sesungguhnya orang-orang yang berlaku zalim/aniaya jika mereka akan menggelincirkan kami, kami tolak.  (Bukhari, Muslim).

Ikhwan fillah, hari ini, sekali lagi untuk kesekian ribu kalinya, kita saksikan kebiadaban Israel laknatullah.  Suasana pengepungan Gaza, barangkali boleh diasosiasikan dengan pengepungan madinah saat perang Ahzab atau lebih dikenal dengan perang Khandaq.

Saudaraku, walaupun tidak sama persis sesungguhnya apa yang dialami oleh rakyat Gaza dewasa ini mirip dengan kondisi para sahabat saat perang Ahzab. Bangsa Palestina Gaza di bawah kepemimpinan Hamas menghadapi pengepungan pasukan Yahudi Zionis Israel. Selama berbulan-bulan Muslimin Gaza telah dipenjara dengan diberlakukannya blokade atas segenap perbatasan wilayah mereka.

Dalam keadaan seperti ini kita teringat sabda Nabi kepada para sahabat ketika menghadapi kepungan Musyrikin dalam perang Ahzab. Beliau bersabda sebagai berikut:

« والذي نفسي بيده ، ليفرجن عنكم ما ترون من الشدة ، وإني لأرجو أن أطوف بالبيت العتيق آمنا ، وأن يدفع الله عز وجل إلي مفاتيح الكعبة ، وليهلكن الله كسرى وقيصر ، ولتنفقن كنوزهما في سبيل الله عز وجل »

“Demi Allah yang nyawaku berada di tangan-Nya, Allah pasti akan mengeluarkan kalian dari kesulitan yang sedang kalian hadapi. Aku berharap dapat melakukan tawaf dengan aman di sekitar Baitullah (Ka’bah) dan Allah akan menyerahkan kunci-kuncinya kepadaku. Allah pasti akan membinasakan Kisra dan Kaisar, dan harta karun mereka akan kita belanjakan di jalan Allah.” (HR Baihaqy 1292)

Saudaraku, sungguh hati kita menjadi pilu karena hanya bisa menonton lewat layar kaca penderitaan yang dilalui saudara-saudara kita di Gaza. Malam demi malam mereka lalui dengan mencekam karena bertalu-talunya suara dentuman mortir dan rudal Israel. Sebagai pengamat dari kejauhan sungguh tidak banyak yang bisa kita lakukan.

Tetapi satu hal yang pasti sebagai sesama orang beriman kita senantiasa optimis bahwa Allah akan menolong saudara-saudara kita orang-orang beriman dan para Mujahidin Gaza. Maka marilah mulai malam ini kita sampaikan doa untuk mereka. Marilah kita bacakan doa yang Nabi baca ketika kepungan pasukan Ahzab sudah sedemikian rupa menimbulkan ketegangan di dalam barisan kaum Muslimin. Inilah doa beliau sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Bukhary:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ فِي بَعْضِ أَيَّامِهِ الَّتِي لَقِيَ فِيهَا الْعَدُوَّ يَنْتَظِرُ حَتَّى إِذَا مَالَتْ الشَّمْسُ قَامَ فِيهِمْ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ لَا تَتَمَنَّوْا لِقَاءَ الْعَدُوِّ وَاسْأَلُوا اللَّهَ الْعَافِيَةَ فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاصْبِرُوا وَاعْلَمُوا أَنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ ظِلَالِ السُّيُوفِ ثُمَّ قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ اللَّهُمَّ مُنْزِلَ الْكِتَابِ وَمُجْرِيَ السَّحَابِ وَهَازِمَ الْأَحْزَابِ اهْزِمْهُمْ وَانْصُرْنَا عَلَيْهِمْ

“Sesungguhnya Rasulullah pada sebagian harinya ketika berhadapan dengan musuh menunggu terbenamnya matahari. Kemudian beliau tampil di hadapan para sahabat dan bersabda: ”Wahai manusia, janganlah kalian berangan-angan ingin segera berjumpa dengan musush. Mohonlah kepada Allah keselamatan. Dan bila kalian berhadapan dengan musuh, maka bersabarlah. Dan ketahulaih bahwa surga berada di bawah bayang-bayang pedang.” Kemudian Nabi berdiri dan berdoa: ”Allahumma munzilal-kitab wa mujriyas-sahab wa hazimal-ahzab, ahzimhum wanshurnaa ’alaihim” (Ya Allah, yang menurunkan Kitab, menggerakkan awan dan menghancurkan pasukan bersekutu, hancurkanlah mereka dan tolonglah kami mengalahkan mereka.” (HR Muslim 3276)

دَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْأَحْزَابِ عَلَى الْمُشْرِكِينَ فَقَالَ اللَّهُمَّ مُنْزِلَ الْكِتَابِ سَرِيعَ الْحِسَابِ اللَّهُمَّ اهْزِمْ الْأَحْزَابَ اللَّهُمَّ اهْزِمْهُمْ وَزَلْزِلْهُمْ

Nabi berdoa pada saat perang Ahzab menghadapi (kepungan) Musyrikin: “Allahumma munzilal-Kitab, sari’al hisab. Allahummahzim Al-Ahzab, Allahummahzimhum wa zalzilhum.” (Ya Allah, yang menurunkan Kitab, cepat perhitungannya. Ya Allah hancurkanlah pasukan bersekutu. Ya Allah, hancurkanlah mereka dan porak-porandakanlah mereka).” (HR Bukhary 2716)

Wassalam

Sunnah Poster

Wednesday, September 25, 2013

13 Tahun Intifada, Hacker Anti Israel Retas Situs-situs Zionis

Kelompok pemuda hacker anti Israel yang menamakan diri sebagai Brigade Gaza Elektronik menyerukan menjadikan hari Sabtu sebagai hari Perlawanan Elektrok Intifada Al-Aqsha yangbertepatan dengan peringatan 13 tahun Intifadah Al-Aqsha yang meletus pertama kali pada pada 28 September 2000.

Brigade Gaza Elektronik dalam gambar yang disebarkan melalui media internet menyatakan, para hacker di dunia Arab dan Islam dituntut terlibat dalam hari pembobolan dan peretasan situs-situs dan halaman web zionis ‘Israel’. Hal ini sebagai balas dendam atas pembunuhan para pejuang Palestina dan menghidupkan spirit revolusi dan perlawanan terhadap penjajah ‘Israel’ seperti di beritakan di info palestine.

Mereka mengancam akan membuat kejutan di hari Sabtu Hitam bagi zionis ‘Israel’. Mereka menyatakan akan melakukan dokumentasi dan rekaman video terhadap seluruh aktifitas pembobolan terhadap situs-situs zionis ‘Israel’.

Beberapa saat belakanga, sejumlah kelompok hacker dari negara Arab dan Palestina menyerang pertahanan situs-situs dan web zionis ‘Israel’ baik milik pemerintah atau swasta. Akibatnya, puluhan-puluhan kartu kredit milik pengguna dari warga ‘Israel’ berhasil dibobol.

Allahu Akbar.. Hasbunallaha Wani'mal Wakiil

Tuesday, September 24, 2013

Nasehat untuk Istri | Agar Bahtera Selamat Sampai Tujuan

Istri hendaklah menjadi penolong suami dalam hal menjaga iffah (kehormatan diri) dan menghalanginya dari godaan. Oleh karena itu, ia tidak boleh meninggalkan tempat tidur suaminya dan “menghalangi dirinya” dari suaminya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 إِذَا دَعَى الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَلَمْ تَأْتِهِ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Apabila seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya, namun si istri tidak mendatangi suaminya, lalu si suami bermalam dalam keadaan marah kepadanya, niscaya para malaikat akan melaknat si istri sampai pagi hari.” (HR. al-Bukhari no. 5193 dan Muslim no. 3526)
Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu: Bahwa Nabi Shallallahu alaihi wassalam. bersabda: Apabila seorang istri bermalam meninggalkan atau menjauhi tempat tidur suaminya maka malaikat akan melaknatinya sampai pagi. (Shahih Muslim No.2594)
Hendaklah istri berteman dengan suaminya di dunia dengan cara yang ma’ruf. Hendaknya ia melakukan apa yang dicintai oleh suaminya walaupun ia sendiri tidak menyukainya. Hendaknya ia juga menjauhi segala sesuatu yang tidak disukai oleh suaminya walaupun ia sendiri sebenarnya menyenanginya, demi mengharapkan pahala dari Allah Subhanahu wa ta’ala dan menghadirkan rasa bahwa suaminya adalah tamu di sisinya yang hampir-hampir pergi meninggalkannya, sehingga ia tidak mau menyakitinya dengan ucapan atau perbuatan.
 Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 لاَ تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا إِلاَّ قَالَتْ زَوْجُهَا مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ: لاَ تُؤْذِيْهِ، قَتَلَكِ اللهُ! فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيْلٌ يُوْشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا
“ Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya di dunia melainkan istri suaminya dari kalangan hurun ‘in1 akan mengatakan, “Jangan engkau sakiti dirinya, qatalakillah!2 Karena dia hanya tamu di sisimu dan sekadar singgah. Hampir-hampir ia akan berpisah denganmu untuk bertemu kami.” (HR. at-Tirmidzi no. 1174 dan Ibnu Majah no. 204, dinyatakan sahih dalam Shahih at-Tirmidzi)
Hendaklah seorang wanita mengetahui bahwa istri yang paling utama adalah yang selalu menganggap besar apa yang dilakukan oleh suaminya kepadanya walaupun sebenarnya kecil. Ia menyebut-nyebut suaminya di hadapan banyak orang dengan kebaikan walaupun sebenarnya suaminya kurang memenuhi haknya. Hendaknya ia yakin bahwa dengan berbuat demikian, kesudahan yang baik akan kembali kepadanya.
Istri harus bersih hatinya terhadap suaminya, walaupun mungkin suami kurang memenuhi haknya. Kalaupun suatu saat ia bermaksud menyampaikan kekurangan tersebut, maka dilakukannya dengan perlahan dan santun tanpa menyakiti suaminya, dengan mencari waktu yang tepat, di saat kosong pikiran dan dada lapang. Karena maksudnya menyampaikan bukanlah untuk mendebat suami atau menjadikannya lawan, tapi maksudnya adalah terlaksananya tujuan dan berbuah apa yang diinginkan.
Adapun suami, ia harus menjadi seorang yang penuh kasih sayang kepada istrinya. Ia syukuri apa yang dilakukan oleh istrinya untuknya, berupa melayaninya di rumah, menjaga anak-anaknya, serta menyimpan rahasianya. Hendaklah ia membantu istrinya dalam melakukan tugas-tugas tersebut dan membesarkannya di hadapan anak-anak, memujinya dengan kebaikan, memberikan nafkah kepadanya dengan nafkah yang membuatnya tidak lagi meminta kepada yang lain, apabila memang suami memiliki kelapangan. Ia tidak mencela istrinya dengan celaan yang melukai rasa malunya dan perasaannya sebagai perempuan, atau menyifatinya dengan sifat yang buruk.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya,
يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَا حَقُّ زَوْجَةِ أَحَدِنَا عَلَيْهِ؟ قَالَ: أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ، وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّح ْوَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ
 “Wahai Rasulullah, apakah hak istri salah seorang dari kami dari suaminya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Engkau beri makan istrimu jika engkau makan dan engkau beri pakaian jika engkau berpakaian. Jangan engkau pukul wajahnya, jangan engkau menjelekkannya3, dan jangan menghajr/memboikotnya kecuali dalam rumah4.” (HR. Abu Dawud no. 2142, dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh Muqbil Rahimahullah dalam al-Jami’ush Shahih, 3/86)
 Suami hendaknya menyadari bahwa kemuliaan istri adalah kemuliaannya juga, maka alangkah anehnya jika dia justru menghina istrinya?
 Wajib bagi suami membaguskan pergaulannya dengan istrinya. Ia menegakkan istrinya di atas ketaatan kepada AllahSubhanahu wa ta’ala, mencegah dari istrinya seluruh ucapan dan perbuatan yang bisa mencacati rasa malunya, baik ucapan/perbuatan yang didengar maupun yang dilihat, karena istrinya akan menjadi pendidik bagi anak-anaknya, akan menjadi contoh bagi putri-putrinya, dan sebagai pembimbing bagi anak-anaknya di saat suami tidak ada. Istrilah yang paling sering bergaul dengan anak-anak karena suami tersibukkan dengan mencari penghidupan.
Seharusnya, suami memuliakan istrinya di hadapan anak-anaknya sehingga mereka segan kepada ibunya dan menghormatinya. Apabila sampai ia “menjatuhkan” ibunya di depan mereka, mereka akan mendurhakai ibunya. Apabila hal itu terjadi, anak-anak akan bertindak-tanduk yang buruk, saat ayahnya tidak di rumah, karena tidak ada orang yang mereka takuti.
Suami harus berlaku lembut dalam memberikan pengajaran dan pengarahan kepada istrinya, tidak keras dan kaku, atau dengan marah, atau dengan penghinaan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ
 “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling bagus akhlaknya. Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.”5 (HR. at-Tirmidzi no. 1172, dinyatakan hasan dalam ash-Shahihul Musnad 2/336—337)
 Beliau juga berkata tentang diri beliau sebagai teladan bagi para suami,
 وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِيْ
 “Aku adalah orang yang paling baik di antara kalian terhadap istri-istriku.” (HR. at-Tirmidzi, dinyatakan sahih dalam ash-Shahihah no. 285)
Tidaklah yang kita maksudkan dengan mencintai istri adalah membiasakan istri hidup sebagai “nyonya besar” yang hanya bisa memerintah dan bermalas-malasan. Wanita yang menghabiskan siangnya dengan tidur dan di malam hari begadang, pindah dari satu restoran ke restoran lain, nongkrong di kafe, melancong dari satu tempat ke tempat lain, shopping atau sekadar jalan-jalan di mal, tidak pernah masak, tidak pernah membersihkan rumah, tidak ada perhatian terhadap suami dan anak-anak, serta tidak peduli dengan keadaan rumah. Kalau seperti ini keadaan seorang istri, lalu untuk apa seseorang menikah? Apa sekadar simbol saja bahwa ia sudah berstatus menikah?
Suami memikul tanggung jawab yang besar apabila membiasakan atau membiarkan istrinya berada di atas jalan yang jelek tersebut, kelak ia akan ditanya dan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Subhanahu wa ta’ala. Maka dari itu, sebelum semuanya terlambat hendaknya ia “membenahi” istrinya.
 Jadi, cinta tidak berarti memanjakan istri dengan dunia dan mempersilakannya berbuat semaunya. Tetapi cinta adalah membimbing tangannya dan mengarahkannya kepada kebaikan dengan penuh kelembutan.
 Suami tidak boleh menganggap enteng apabila istrinya berbuat dosa atau melakukan sesuatu yang tercela dalam kebiasaan manusia. Jangan ia berdalih dengan kata “kasihan” untuk memperingatkan istrinya dari perbuatan salah atau menyimpang. Bahkan, apabila perlu, ia memberikan hukuman yang mendidik.
 Suami harus punya rasa cemburu terhadap istrinya sehingga tidak membiarkan istrinya tabarruj (bersolek)dan bercampur baur dengan lelaki ajnabi atau membiarkan istrinya keluyuran, keluar masuk rumah semaunya. Suami yang tidak cemburu kepada istrinya dan membiarkan istrinya bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala adalah dayyuts.
 Suami harus menyadari, segigih apa pun upayanya untuk memperbaiki istrinya, tetaplah pada diri sang istri ada kekurangan dan cacat. Hanya saja, selama cacat itu bukan dalam hal agama dan akhlak, hendaklah suaminya bersabar menghadapinya, karena memang mustahil ia bisa mendapatkan wanita yang sempurna, sama sekali tidak memiliki kekurangan dari satu sisi pun. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 وَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا، فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلْعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلْعِ أَعْلاَهُ، فَإنْ ذَهَبْتَ تُقيْمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاء خَيْرًا
 “Mintalah wasiat untuk berbuat kebaikan kepada para wanita (istri), karena mereka diciptakan dari tulang rusuk. Sungguh, bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah yang paling atasnya. Apabila engkau memaksa untuk meluruskan tulang rusuk itu, niscaya engkau akan mematahkannya. Namun, apabila engkau biarkan, ia akan terus-menerus bengkok. Oleh karena itu, mintalah wasiat kebaikan dalam hal para istri.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
 Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
 الْمَرْأَةُ كَالضِلْعِ، إِنْ أَقَمْتَهُ كَسَرْتَهُ وَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَفِيْهَا عِوَجٌ
 “Wanita itu seperti tulang rusuk. Jika engkau meluruskannya, engkau akan mematahkannya. Jika engkau ingin bersenang-senang dengannya, engkau bisa bersenang-senang dengannya, hanya saja padanya ada kebengkokan.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
 Dalam sebuah riwayat al-Imam Muslim Rahimahullah disebutkan dengan lafadz,
 إِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ، لَنْ تَسْتَقِيْمَ لَكَ عَلَى طَرِيْقٍ، فَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَبِهَا عِوَجٌ، وَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهَا كَسَرْتَهَا وَكَسْرُهَا طَلاَقُهَا
 “Sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk sehingga ia tidak akan terus-menerus lurus untukmu di atas satu jalan. Jika engkau bernikmat-nikmat dengannya, engkau bisa melakukannya, namun padanya ada kebengkokan. Jika engkau memaksa meluruskannya, engkau akan mematahkannya. Patahnya adalah talaknya.6
 Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda,
 إِنَّمَا النَّاسُ كَإِبِلٍ مِائَةً لاَ تَكَادُ تَجِدُ فِيْهَا رَاحِلَةً
 “Manusia itu hanyalah seperti seratus ekor unta, hampir-hampir dari seratus ekor tersebut engkau tidak dapatkan seekor pun yang bagus untuk ditunggangi.” (HR. al-Bukhari no. 6498 dan Muslim no. 2547)
 Maksud hadits di atas, kata al-Imam al-Khaththabi Rahimahullah“Mayoritas manusia itu memiliki kekurangan. Adapun orang yang punya keutamaan dan kelebihan jumlahnya sedikit sekali. Oleh karena itu, mereka yang sedikit itu seperti keberadaan unta yang bagus untuk ditunggangi dari sekian unta pengangkut beban.” (Fathul Bari, 11/343)
 Al-Imam an-Nawawi Rahimahullah menyatakan, “Orang yang diridhai keadaannya dari kalangan manusia, yang sempurna sifat-sifatnya, indah dipandang mata, kuat menanggung beban (itu sedikit jumlahnya).” (Syarhu Shahih Muslim, 16/101)
 Ibnu Baththal Rahimahullah juga menyatakan hal serupa tentang makna hadits di atas, “Manusia itu jumlahnya banyak, namun yang disenangi dari mereka jumlahnya sedikit.” (Fathul Bari, 11/343)
 Demikianlah… Sebagai akhir, hendaknya diketahui bahwa siapa yang telah menikah berarti ia telah menjaga dirinya. Maka dari itu, hendaknya ia bertakwa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala sebagai Rabbnya, dengan tidak berbuat yang diharamkan. Hendaknya ia menjadi seorang ‘afif, yang membatasi pandangan matanya hanya kepada pasangannya yang sah. Karena di dalam pernikahan ada ketenangan bagi jiwa, dapat meredam syahwat yang menyimpang dan menjauhkan dari yang haram, bersama seseorang yang merupakan miliknya sendiri, yang telah diizinkan oleh Dzat Yang Maha Penyayang, Yang Mahatahu apa yang tersembunyi dalam dada. Hendaknya ia bersyukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas nikmat-Nya yang tiada terhitung, Dia telah memberikan sesuatu yang halal kepadanya dan menjaganya dari yang haram.
 Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 إِذَا تَزَوَّجَ الْعَبْدُ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ الدَّيْنِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِيْمَا بَقِيَ
 “Apabila seorang hamba telah menikah, sungguh ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Maka dari itu, hendaklah ia bertakwa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dalam separuh yang tersisa.” (HR. ath-Thabarani dalam al-Ausath [1/162/1], hadits ini hasan sebagaimana keterangan asy-Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 625)
 Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa ta’ala agar menegakkan rumah tangga kita di atas kebahagiaan, penuh sakinah, mawaddah dan rahmah, serta menjadikan kita sebagai orang-orang yang terbimbing. Amin ya Mujibas Sa’ilin.
 Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
(Disusun dari tulisan di internet berjudul Walyasa’ki Baituki min Ajli Hayah Zaujiyah Hani’ah dan dari beberapa sumber/rujukan yang lain)

Catatan Kaki:
 1 Al-hur jamak dari al-haur, yaitu wanita-wanita penduduk surga yang lebar matanya, bagian yang putih dari matanya sangat putih dan bola matanya sangat hitam. (Tuhfatul Ahwadzi, 4/283—284)
 2 Artinya secara harfiah, “Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala membunuhmu, melaknat, atau memusuhimu.” Namun, maknanya untuk menyatakan keheranan dan tidak dimaksudkan agar hal tersebut terjadi.
 3 Maksudnya, mengucapkan ucapan yang buruk kepada istri, mencaci makinya atau mengatakan kepadanya, “Semoga Allah menjelekkanmu”, atau ucapan semisalnya. (Aunul Ma’bud, Kitab an-Nikah, bab “Fi Haqqil Mar’ah ‘ala Zaujiha”)
 4 Memboikot istri dilakukan ketika istri tidak mempan dinasihati dalam hal kemaksiatan yang dilakukannya sebagaimana ditunjukkan dalam ayat,
 “Istri-istri yang kalian khawatirkan nusyuznya maka berilah mau’izhah kepada mereka, boikotlah mereka di tempat tidur….”(an-Nisa: 34)
 Pemboikotan ini bisa dilakukan di dalam atau di luar rumah, seperti yang ditunjukkan oleh hadits Anas bin Malik Radhiallahu ‘anhu tentang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang meng’ila istrinya (bersumpah untuk tidak mendatangi istri-istrinya) selama sebulan dan selama itu beliau tinggal di masyrabahnya (loteng). (HR. al-Bukhari)
 Hal ini tentu melihat keadaan. Apabila memang diperlukan boikot di luar rumah, hal itu dilakukan. Namun, apabila tidak diperlukan, cukup di dalam rumah. Bisa jadi, boikot di dalam rumah lebih mengena dan lebih menyiksa perasaan si istri daripada boikot di luar rumah. Namun, bisa juga sebaliknya. Akan tetapi, yang dominan, boikot di luar rumah lebih menyiksa jiwa, terkhusus jika yang menghadapinya kaum wanita karena lemahnya jiwa mereka. (Fathul Bari, 9/374)
 Al-Imam an-Nawawi Rahimahullah berkata terkait dengan kisah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meng-ila’ istri-istrinya, “Suami berhak menghajr istrinya dan memisahkan diri dari istrinya ke rumah lain apabila ada sebab yang bersumber dari sang istri.” (al-Minhaj, 10/334)
 5 Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya”, karena para wanita/istri adalah makhluk Allah Subhanahu wa ta’ala yang lemah sehingga sepantasnya menjadi tempat curahan kasih sayang. (Tuhfatul Ahwadzi, 4/273)
 6 Hadits-hadits ini menunjukkan keharusan berlaku lembut kepada para wanita/istri, berbuat baik kepada mereka, bersabar atas kebengkokan akhlak mereka, menanggung kelemahan akal mereka dengan sabar, tidak disenanginya menalak mereka tanpa ada sebab, dan tidak boleh berambisi meluruskan mereka dengan paksa. (al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 10/42)

Monday, September 23, 2013

RIBA | Melalui Bank, Yahudi Menguasai Semuanya

"Biarkan orang lain sibuk bekerja, berdagang, memproduksi barang dan jasa. Tapi kita (Yahudi) yang mencetak uang kertas untuk mereka, disitulah kekuasaan berada"

Andaikan ada berita yang mengabarkan tentang seorang anak yang memperkosa ibu kandungnya sendiri, penulis yakin gelombang kutukan terhadap pelaku perbuatan keji tersebut akan tak kuasa untuk dibendung! Bisa dipastikan tidak ada satupun orang yang berakal sehat mendukung perilaku munkar tersebut!

Namun, bagaimana halnya jika ada iklan bank yang mempromosikan pinjaman dengan bunga lunak? Akankah ada pengingkaran terhadap praktek ribawi tersebut? Ataukah justru hal itu dianggap sebagai berita yang lazim, atau bahkan akan menuai pujian lantaran lunaknya bunga yang ditawarkan? Lalu sebaliknya, ustadz yang memperingatkan umat dari bahaya berhubungan dengan bank dalam model transaksi seperti itu, akan dicap sebagai orang yang kaku, keras, saklek, dan segudang stigma lainnya?

Begitulah kira-kira sekelumit realita ketidaksadaran banyak umat dengan bahaya riba. Padahal menurut kacamata Islam, berzina dengan ibu kandung dan memakan riba dosanya adalah selevel! 

Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,

“الرِّبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَاباً، أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ”
“Riba ada tujuh puluh tiga tingkatan. Yang paling ringan adalah seperti seseorang yang menzinai ibunya”. HR. Al-Hakim dan dinyatakan sahih oleh beliau dan al-Albany.

Numismatik Indonesia
Riba adalah sumber kerusakan di dunia ini. Anehnya riba semakin populer dan kokoh mencengkram kita. Melalui Bank Sentral, riba masuk ke kantong dan dompet kita berupa uang kertas dan uang digital (fiat money). Riba adalah dosa besar setelah syirik dan durhaka kepada orang tua, dosa teringan dari pelaku riba sama seperti dosa barzina kepada orang tua!

Berabad yang lalu, para banco (rentenir Yahudi) telah memperkenalkan riba yang terselubung dalam berbagai modus, sehingga mayoritas umat Islam kini hampir tak mengenali lagi bentuk dan wujud riba yang kian mewabah. Empat belas abad silam, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam telah bersabda: “Sungguh akan datang kepada manusia, pada masa itu tidak ada seorang pun dari mereka melainkan makan riba. Jika tidak memakan riba, ia akan terkena debunya.”(HR. Abu Daud, Mishkat – dan Ibnu Majah). Di antara riba yang terselubung adalah bank yang berlabel syariah, pasar saham syariah, uang kertas, sampai kartu kredit syariah. Tapi riba yang paling berbahaya tapi populer sehingga ia ada dalam genggaman manusia adalah uang kertas.Uang kertas dilihat dari segi fiqih, sudah jelas biangnya riba, ia mengandung sekaligus dua jenis riba, yaitu riba al-fadl dan an-nasiah, riba uang kertas takkan dijumpai dalam modus riba jenis lain. Riba al-fadl adalah kelebihan (surplus) yang diperolehnya melalui pencetakan nominal uang di atas kertas, dengan angka harga yang ditetapkan itu jauh di atas nilai intrinsiknya (harga bendanya).
Misalnya uang Rp.100.000,- biaya intrinsiknya Rp.266,-/lembar, maka kelebihannya adalah Rp.99.734. Inilah yang disebut riba tafadul (riba yang ditentukan) atau disebut Seigniorge. Dan riba an-nasiah terjadi karena penundaan pembayaran akhibat penimbunan uang (emas-perak) oleh bank sentral di setiap negara. Ini menyebabkan neraca kredit berjalan antar bilyet memaksa ditetapkannya bunga atas penundaan waktu untuk kliring, yang disebut jasa penyewaan uang atau interest. (Sumber: Dokumen Peruri & BI, Majalah Tempo, 25 Maret 2007).
Pertukaran uang kertas dengan berbagai barang dan jasa merupakan pertukaran sesuatu yang ghaib dengan sesuatu yang nyata. Uang kertas disebut ghaib karena pada hakikatnya uang kertas ini adalah banknote, yaitu surat janji (note) dari bank yang menerbitkannya dan disebut bilyet. Nota ini merupakan dayn atau utang, padahal utang pada bilyet (banknote) tersebut tidak jelas kepada siapa ditujukannya? Dan kapan dilunasinya?
Uang kertas hadir lewat penipuan para bankir sejak abad ke-17 masehi, yang mendompleng penjajahan bangsa Eropa terhadap bangsa lain, yang populer disebut imperialisme. Bukti bahwa uang kertas itu tak berharga sama sekali, misalnya Rp.100.000,-, sobek menjadi tiga serpihan atau lebih, maka lenyaplah sihir dan janji pada bilyet itu! Karena Bank Sentral menolak penukaran uang kertas yang termultilasi lebih dari dua bagian. Dan Bank Sentral memperlakukan uang kertas sesuai masa berlakunya, sehingga seseorang yang terlambat menukarkan uang kertas lama menjadi uang kertas baru, akan kehilangan assetnya yang tersimpan dalam uang kertas itu.
Bank Sentral: Alat Mengeruk Kekayaan
Bagaimana mereka melakukan ini? Sederhana. Pertama, mereka kuasai saham Bank Sentral, lalu mereka memulai aksinya. Katakanlah uang yang beredar di sebuah negara adalah 5 miliar riyal, kemudian Bank Sentral menerbitkan 15 miliar riyal baru yang diedarkan dalam bentuk pinjaman pembangunan. Maka jumlah uang yang beredar menjadi 20 miliar riyal, ini akan melemahkan daya beli dari 5 miliar riyal di masyarakat sebelumnya, karena nilainya tinggal 25% dari perekonomian. Inilah yang disebut inflasi. Lalu harga-harga melonjak, misalnya: semula 1 riyal = 1 kg kurma, dengan inflasi tadi kini 1 riyal = 1/4 kg kurma. Dengan demikian Bank Sentral mengontrol 75 % dari sirkulasi uang di negara tersebut. Tapi ini baru tahap I.

Karena nilai uangnya merosot, maka pengusaha kembali ke bank untuk mengajukan pinjaman baru untuk tambahan modal, sebab ongkos produksi menjadi mahal. Kaum buruh menuntut kenaikan upah agar dapat hidup layak, karena naiknya harga-harga. Saat Bank Sentral cukup puas dengan tingkat utang di masyarakat, mereka mulai mengetatkan suplai uang dengan mempersulit pinjaman dan menaikkan suku bunga. Uang yang beredar justru tersedot kembali ke Bank Sentral, karena suku bunga deposito yang menarik. Kehidupan ekonomi terasa sulit bagi kaum miskin, sebab uang sulit diperoleh, begitu dapat uang daya belinya rendah. Sebagian warga terpaksa mencari uang tambahan agar dapat membeli kebutuhan mereka, kaum buruh kerja lembur, dan yang lain bisnis sampingan. Hidup mereka diforsir untuk mencari uang. Ini tahap II.
Tahap III, para bankir duduk manis dan menunggu sebagian debitur gagal bayar dan bangkrut. Ini akan memberi kesempatan kepada bank untuk menyita kekayaan riil, bisnis, properti dan sebagainya, dengan membayar harga murah lewat kredit macet. Dengan demikian Bank Sentral dapat meraih untung, meski sebelumnya mereka telah menguasai 75 % perekonomian lewat inflasi uang. Pabrik dan bisnis menjadi lesu, sebagian buruh di PHK, ibu-ibu menggadaikan emas perhiasan mereka untuk bertahan hidup dan bea pesantren anaknya. Aset masyarakat terus tersedot ke bank. Bahkan emas perak harus diekpor ke luar negeri sesuai permintaan para bankir (baca: Kaum Yahudi).
Setelah itu mereka mulai menguasai industri vital, sumber daya alam, tanah, properti dan media massa. Pemilik saham Bank Sentral negara ini kemudian berkomplot dengan rekan mereka sesama Yahudi di pasar valuta asing (Valas). Konspirasi ini untuk merontokan nilai uang kertas riyal negara Islam tersebut. Kenapa? Sebab sulthan telah lancang menegakkan syariat Islam secara kaffah, dengan mencetak nuqud nabawi dinar dirham sebagai wasilah muamalah rakyatnya. Tentu saja Iblis murka dong.
Pabrik-pabrik dibuat seakan-akan kolaps, harga-harga kembali meroket, bisnis-bisnis pindah ke luar negeri, pengangguran kembali marak dan kriminal merajalela, rakyatpun panik. Dahulu mereka mengharamkan demokrasi apalagi turun ke jalan, namun krisis ekonomi telah berubah menjadi krisis sosial dan krisis kepercayaan publik. Semua orang menyalahkan sulthan karena menegakkan Islam secara benar. Media massa mulai menghujat pemerintah, LSM nasionalis menuding sulthan terlalu niaf dan ketinggalan jaman, bahkan sulthan mulai dikait-kaitkan dengan Osama bin Laden, karena sama-sama Islam fundamental. Islam kaffah zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam jangan diterapkan di zaman modern ini.Batalkan nuqud nabawi sekarang! Zakat dan muamalah cukup dibayar dengan riyal kertas. Begitu kira-kira tulisan di spanduk-spanduk pendemo.
Demo berubah menjadi huru-hara. Dunia Internasional mengecam sulthan, ulama panik dan mendesak sulthan untuk mengalah, asalkan Islam dibiarkan hidup, meski hanya diseputar masjid saja. “Ibadah rutin & menuntut ilmu saja ya, jangan diterapkan sekarang, tunggu khilafah tegak dulu, baru Islam boleh kaffah dech” Kata investor Yahudi menasihati sulthan.
Pertanyaan: Apakah Riba boleh menjadi halal dengan terbitnya Undang-undang? Apakah yang Haram menjadi Halal hanya karena mayoritas manusia telah menggunakan barang Haram tersebut? Apakah sah status darurat Anda ketika Pemerintah RI telah membolehkan dinar dirham beredar sejak tahun 2000, sementara dakwah mengenai uang kertas = riba telah di hadapan anda? Jawabnya cukup di dalam hati Anda saja.
Sejak awal kebangkitan para pemakan riba dari alam kubur saja, mereka sudah berpenampilan mengenaskan; seperti orang gila yang kesurupan setan!

“Orang-orang yang memakan riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
 QS. Al-Baqarah (2): 275.
Kelanjutannya, mereka terancam dengan siksaan yang sangat pedih di neraka.

“Barangsiapa mendapat peringatan dari Rabbnya, lalu ia berhenti (dari memakan riba), maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Namun barang siapa yang kembali (memakan riba), maka bagi mereka adalah azab neraka dan mereka kekal di dalamnya”. 
QS. Al-Baqarah (2): 275.
Sunnah Nabi shallallahu’alaihiwasallam mendeskripsikan berbagai jenis siksaan yang disiapkan Allah untuk para pemakan riba.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menuturkan ‘kunjungannya’ ke neraka,
“Kami mendatangi sungai yang airnya merah seperti darah. Tiba-tiba ada seorang lelaki yang yang berenang di dalamnya, dan di tepi sungai ada orang yang mengumpulkan batu banyak sekali. Lalu orang yang berenang itu mendatangi orang yang telah mengumpulkan batu, sembari membuka mulutnya dan memakan batu-batu tersebut … Orang tersebut tidak lain adalah pemakan riba”.HR. Bukhari (no. 7047) dari Samurah bin Jundub radhiyallahu’anhu.
Dalam hadits lain diceritakan,
“أَتَيْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عَلَى قَوْمٍ بُطُونُهُمْ كَالْبُيُوتِ فِيهَا الْحَيَّاتُ تُرَى مِنْ خَارِجِ بُطُونِهِمْ، فَقُلْتُ: “مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرَائِيلُ؟” قَالَ: “هَؤُلَاءِ أَكَلَةُ الرِّبَا”
“Pada malam Isra’ aku mendatangi suatu kaum yang perutnya sebesar rumah, dan dipenuhi dengan ular-ular. Ular tersebut terlihat dari luar. Akupun bertanya, “Siapakah mereka wahai Jibril?”. “Mereka adalah para pemakan riba” jawab beliau”. HR. Ibn Majah (no. 2273) dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dan dinilai lemah oleh al-Albany.
Semoga tulisan sederhana ini bisa lebih menyadarkan kaum muslimin bahwa riba hanyalah akan membawa kesusahan di dunia dan akhirat, maka ayo bersegeralah untuk meninggalkan riba!
Sumber : kisahislami.com & tunasilmu.com

KEBENGKOKAN YG RADA2 RIBET | Perjuangan Kaum Adam

حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ، وَمُوسَى بْنُ حِزَامٍ، قَالاَ حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ، عَنْ زَائِدَةَ، عَنْ مَيْسَرَةَ الأَشْجَعِيِّ، عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ـ رضى الله عنه ـ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏ "‏ اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ، فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَىْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ ‏"‏‏.‏

Telah bercerita kepada kami Abu Kuraib dan Musa bin Hizam keduanya berkata, telah bercerita kepada kami Husain bin "Ali dari Za'idah dari Maisarah Al Asyka'iy dari Abu Hazim dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Nasehatilah para wanita karena wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah pangkalnya, jika kamu mencoba untuk meluruskannya maka dia akan patah namun bila kamu biarkan maka dia akan tetap bengkok. Untuk itu nasehatilah para wanita". (Sahih al-Bukhari 3331)

Rada ribet tp yah.. Inilah konsekwensi kaum Adam sebagai pemimpin yg pada akhirnya akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya, minimal pemimpin dalam keluarga.

Dan yg bujangan jg aniaya wanita atau malah menjerumukannya karena mereka adalah kaum yg lemah & membutuhkan pria untuk membimbing & menasehati mereka untuk selalu berada di jalan yg lurus

Wallahu A'lam Bishshawab

Wassalam

Sunnah Poster

Allah Maha Mengetahui Segala Sesuatu

Masih fokus mencari ayat-ayat al-Qur’an. Untuk kali ini saya arahkan pencariannya tentang Allah Maha Mengetahui Segala sesuatu. Alhamdulillah saya dapati ayat-ayat terkait lumayan banyak.

Semoga saja tahu kita yang sedikit ini tidak menjadi angkuh diri, dengan menganggap remeh orang lain karena lebih rendah tahunya, memandangnya dengan sebelah mata, tidak menghargai, tidak menghormati atau bahkan mencampakkannya.

[Al Hadiid:3]
Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.

[Al Baqarah:29]
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.

[Al Ahzab:54]
Jika kamu melahirkan sesuatu atau menyembunyikannya, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala sesuatu.

[Al Hujuraat:16]
Katakanlah: "Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang agamamu, padahal Allah mengetahui apa yang di langit dan apa yang di bumi dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu?"

[An Nuur:35]
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

[Al Ahzab:40]
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

[Al Mujaadilah:7]
Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

[An Nuur:64]
Ketahuilah sesungguhnya kepunyaan Allahlah apa yang di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia mengetahui keadaan yang kamu berada di dalamnya. Dan (mengetahui pula) hati (manusia) dikembalikan kepada-Nya, lalu diterangkan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Dan Allah Maha mengehui segala sesuatu.

[An Nisaa':32]
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

[At Taghaabun:11]
Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

[Asy Syuura:12]
Kepunyaan-Nya-lah perbendaharaan langit dan bumi; Dia melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan(nya). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.

[At Taubah:115]
Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

[Al Baqarah:231]
Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al Hikmah. Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

[Al Anbiyaa':81]
Dan (telah Kami tundukkan) untuk Sulaiman angin yang sangat kencang tiupannya yang berhembus dengan perintahnya ke negeri yang kami telah memberkatinya. Dan adalah Kami Maha Mengetahui segala sesuatu.

[Al Fath:26]
Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat-takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

[Al Anfaal:75]
Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu. Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

[Al 'Ankabuut:62]
Allah melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

[Saba':47]
Katakanlah: "Upah apapun yang aku minta kepadamu, maka itu untuk kamu. Upahku hanyalah dari Allah, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu."

[Al Baqarah:282]
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

[An Nisaa':176]
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Sunday, September 22, 2013

ARTI BERSYUKUR KEPADA ALLAH TA’ALA

Mengenal arti syukur, setelah berusia 60thn
dikisahkan suatu hari ada seorang pria berumur 60thn, dibawa ke rumah sakit, karna hendak operasi batu ginjal……

“Setelah keadaan pulih dan selesai operasi, terjadi percakapan antara sang kakek dan kasir rumah sakit,….”
Kasir : “bagaimana keadaanya pak, sudah sehat?”
Kakek : “Alhamdulillah, sudah cukup membaik dan saya rasa sudah waktunya pulang kerumah untuk beristirahat.”

Kasir : “ini tagihan yang harus dilunasi pak….”
sambil tersenyum kasir menyodorkan tagihan kepada sang kakek
kakek : Tanpa berucap sepatah kata pun, sang kakek langsung meneteskan air mata

Kasir: kasirpun terenyuh dan bertanya ” ada apa Pak? apakah biayanya terlalu mahal??, kalo terlalu mahal rumah sakit bisa memberi potongan….  tegas kasir
Kakek : “Bukan itu yang membuat saya menangis, tapi selama 60 tahun saya baru sadar, saya di beri kenikmatan mudah buang air kecil, tetapi ALLAH Subhanahu Wata’ala tidak pernah meminta bayaran sepeserpun, dan saya tidak pernah bersyukur atas hal itu….”
kasir :
Dalam Al-Qur’an Allah Subhanahu Wata’ala berfirman ;
Ketika Nabi Sulaiman a.s. mendapatkan puncak kenikmatan dunia, beliau berkata,
Iapun berkata: “Ini Termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku Apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). dan Barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan Barangsiapa yang ingkar, Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”. (An-Naml: 40).

Semoga mengingatkan kita kembali atas banyaknya nikmat yg kita lupakan..
Wassalam

TERSENYUMLAH BILA MUSIBAH DATANG

Ketika Allah Ta’ala menguji para hamba-Nya, ternyata di balik cobaan, ujian, musibah yang didapatkan oleh seorang hamba terdapat keutamaan yang luar biasa. Oleh sebab inilah, sebenarnya orang yang sedang diuji oleh Allah Ta’ala dengan berbagai macam cobaan, musibah, rasa sempit dan sebagaimana, harus tersenyum, gembira dan bersyukur. Ternyata mendapatkan ujian dari Allah Ta’ala itu indah dan kenikmatan, mari perhatikan beberapa hal-hal berikut.
Pertama, Shalawat Allah Ta’ala, rahmat dan petunjuk-Nya bagi yang sabar ketika mendapatkan ujian.
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. “(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun”. “Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-BAqarah: 155-158)
Dari ayat di atas dijelaskan bahwa orang yang sabar ketika mendapatkan ujian maka dia akan mendapatkan tiga keutamaan sekaligus, shalawat Allah Ta’ala, rahmat dan petunjuk-Nya. Dan perlu diperhatikan, bahwa Allah Ta’ala tidak pernah mengumpulkan tiga keutamaan sekaligus dalam satu ayat, kecuali di dalam ayat ini yaitu keutamaan bagi orang yang bersabar ketika mendapatkan musibah. Makna shalawat Allah Ta’ala kepada orang yang bersabar ketika mendapatkan musibah adalah: Allah Ta’ala memuji orang tersebut di hadapan para malaikat-Nya yang suci, hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Abu Al ‘Aliyah Ar rayyahi rahimahullah. (Lihat Syarah Al Mumti’, karya Ibnu Utsaimin 3/163-164).
Kedua, sebesar ujian sebesar itu pula pahala yang disediakan Allah Ta’ala.
Ketiga, Orang yang diuji Allah adalah bukti cinta-Nya kepada orang tersebut.
 “Anas radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian dan jika Allah mencintai suatu kaum Dia akan menguji mereka, siapa yang ridha maka baginya keridhaan (Allah) dan siapa yang murka maka baginya kemurkaan (Allah).”(Hadits riwayat Tirmidzi (no. 2576) dan dishahihkan oleh Al Albani)
Kalau begini, kenapa harus terus masuk dalam kesedihan, sebesar ujian sebesar itu pula pahala yang disediakan Allah Ta’ala. Maka cobalah untuk tersenyum ketika mendapatkan ujian, cobaan atau musibah.
Dan betapa, seorang hamba sangat membutuhkan ampunan dari Allah Tabaraka wa Ta’ala, karena seorang manusia adalah yang sudah ditegaskan sering melakukan kesalahan dan dosa.
 “Anas radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shalallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap anak keturunan Adam adalah seorang yang selalu melakukan kesalahan dan sebaik-baik orang yang selalu melakukan kesalahan adalah orang-orang yang selalu bertaubat.” ((Lihat Syarah Al Mumti’, karya Ibnu Utsaimin 3/163-164).
Keempat, Musibah menghapuskan dosa dan kesalahan.
 “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ujian selalu bersama dengan orang beriman lelaki dan perempuan, baik di dalam diri, anak dan hartanya, sampai dia bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak mempunyai satu kesalahanpun.” (Hadits riwayat Tirmidzi (no. 2687) dan dishahihkan oleh Al Albani)
Kelima, Seorang yang mendapatkan cobaan berarti diinginkan kebaikan oleh Allah Ta’ala
 “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang diinginkan Allah kebaikan maka Allah akan mengujinya.”
Demikianlah sebagian keutamaan yang disediakan bagi orang yang dirundung musibah, cobaan dan ujian. Semoga Anda yang lagi mendapat musibah bisa tersenyum setelah membacanya. Allahumma amin.